Lingkar Studi-Aksi untuk Demokrasi Indonesia 

Edisi 1

Edisi 2

Edisi 3

Edisi 4

Edisi 5

Edisi 6

Edisi 7

Edisi 8

Edisi 9

Edisi 10

Edisi 11

Edisi 12

Edisi 13

Edisi 14

Edisi 15

Edisi 16

Edisi 17

Edisi 18

Edisi 19

Edisi 20

Edisi 21

Edisi 22

Edisi 23

Edisi 24

Edisi 25

Edisi 26

Edisi 27

Edisi 28

Edisi 29

Edisi 30

Edisi 31

Edisi 32

Edisi 33

Edisi 34

  Editorial

Jangan Sepelekan Sekrup

 

Struktur sistem kehidupan, seperti layaknya sebuah mobil, merupakan perpaduan dari ribuan unsur. Mobil akan berjalan normal jika semua unsurnya berfungsi sebagaimana mestinya. Meski berbeda tingkat pentingnya, seorang pemilik mobil tidak bisa mengabaikan peran sekrup dan hanya mengandalkan roda. Tanpa sekrup, roda akan berputar di luar jalur fungsinya.

Betapapun penting posisi seorang presiden, tidak mungkin roda kehidupan berbangsa berjalan normal tanpa keterlibatan petani, dan rakyat kecil pada umumnya. “Waja’alnakum syu’uban waqabaila,” demikian firman Allah. Manusia terdiri dari berjenis-jenis suku, kemampuan, potensi, profesi, “lita’arafu,” untuk saling kenal, saling sadar diri, serta menjalankan fungsi dan profesinya untuk kesejahteraan bersama.

Seorang presiden tidak boleh menyepelekan rakyat kecil, sekrup. Karena pada suatu saat, ketika semua sekrup bersepakat untuk tidak menjalankan fungsinya, sang presiden tidak akan berarti apapun. Karena seekor gajah pun akan dengan mudah dikalahkan oleh semut-semut yang bekerja sama. Ketika sang presiden merumuskan kebijakannya tanpa mempedulikan rakyat banyak, itulah saat di mana picu kemarahan disuntikkan kepada pemegang kedaulatan tertinggi tersebut. Dan pada saatnya, kemarahan itu akan mampu meluluhlantakkan singgasana sang presiden.

anick h. tohari

 

 

Kajian


Masjid sebagai Sumber Manajemen Umat

 

Peradaban Islam dari masa ke masa dengan potret sejarah beraneka peristiwa, baik sisi kelam kehidupan umat Islam maupun terangnya masa yang menyelimutinya, kalau lah kita runut dengan runtun secara terbalik, mulai saat ini ke belakang tahun sampai zaman terbentuknya pemerintahan pertama Islam di kota Madinah maka yang ditemukan adalah aktifitas Rasulullah S.A.W. dan para sahabatnya ketika berkumpul di masjid. Bahwa masjid yang sangat dikenal sebagai tempat dengan tingkat kesakralan tinggi di mana segala macam bentuk ritual ibadah sebagai persembahan manusia kepada Allah S.W.T. ternyata juga merupakan sumber manajemen yang mengatur kesejahteraan kaum muslim pada saat itu.

Dari penetapan kebijakan hubungan sosial kemasyarakatan, perekonomian sampai pengaturan strategi politik dimusyawarahkan dan diambil keputusannya di masjid. Dengan fenomena awal pergerakan kehidupan muslim di atas saya mencoba mengatakan bahwa masjid tidak hanya mempunyai tunggal atau dwi fungsi saja sebagai tempat kita melakukan ibadah-ibadah ritual, seperti yang lazimnya sekarang ini, namun jauh lebih mulia daripada itu. Dalam ruang terbatas ini ada beberapa paparan mengenai fungsi lain dari masjid sebagai cawan memanajemen potensi umat.

 

Pusat Pendidikan dan Pelatihan

Sumber daya manusia menjadi salah satu ikon penting dari proses peletakan batu pertama pembangunan umat. Proses menuju ke arah pemberdayaan umat dimulai dengan pendidikan dan pemberian pelatihan-pelatihan. Masjid seharusnya dapat dimanfaatkan sebagai tempat berlangsungnya proses pemberdayaan tersebut, bahkan sebagai pusat pembelajaran umat, baik dalam bentuk pengajian, pengkajian, seminar dan diskusi maupun pelatihan-pelatihan keterampilan, dengan peserta minimal jamaah disekitarnya.

Semisal bila masjid selama ini hanya memfasilitasi pengajian rutin kaum ibu, dapat pula memberikan kaum ibu ini dengan pelatihan-pelatihan keterampilan baik materi kerumah tanggaan sampai pelatihan usaha.

 

Pusat Perekonomian Umat

Soko guru perekonomian Indonesia katanya koperasi, namun pada kenyataannya justru koperasi menjadi barang yang tidak laku. Terlepas dari berbagai macam alasan mengenai koperasi, tidak ada salahnya bila masjid mengambil alih peran sebagai koperasi yang membawa dampak positif bagi umat di lingkungannya. Bahkan yang lebih ekstrim lagi misalnya menggantikan pusat-pusat pembelanjaan-grosir macam Makro, Alfa atau Carefour yang sebenarnya merupakan gudang barang-barang kebutuhan yang berkonsinyasi dengan pihak produsen barang tersebut.

Bila konsep koperasi digabungkan dengan konsep perdagangan ala pusat-pusat pembelanjaan yang diminati karena terjangkaunya harga barang, dan dikelola secara professional oleh dewan pengurus maka masjid akan dapat memakmurkan jamaahnya. Sehingga akhirnya jamaahnya pun akan memakmurkan masjidnya.

 

Pusat Penjaringan Potensi Umat 

Masjid dengan jamaah yang selalu hadir sekedar untuk menggugurkan kewajibannya terhadap Tuhan bisa saja mencapai puluhan, ratusan bahkan ribuan orang jumlahnya. Dari berbagai macam usia, beraneka profesi dan tingkat (strata) baik ekonomi maupun intelektual, bahkan sebagai tempat berlangsungnya akulturasi budaya secara santun.

Tergambar dengan sangat jelas warna-warni potensi yang dimiliki jamaah dari masing-masing masjid, bilakah masjid melakukan pendataan dan pemetaan jamaahnya berdasarkan kebutuhan pembangunan lingkungan sekitarnya. Paling mudah dengan membuat pendataan berdasarkan kelompok-kelompok umur, gender dan profesi dari jamaahnya. Sehingga terdeskripsi potensi yang bisa digali dan dikembangkan bagi memenuhi kebutuhan daerah sekitar masjid. Misalnya, berapa jumlah insinyur, guru, akuntan, mahasiswa, pedagang atau pengusaha, siswa sekolah, bidan-dokter-perawat, bahkan jumlah anak yatim piatu, fakir miskin (kaum dhuafa). Bisa juga fasilitas-fasilitas yang ada, berapa jumlah sekolah, puskesmas, bahkan telpon umum. Yang jelas banyak yang bisa dipetakan sehingga kita tahu apa yang kita butuhkan selanjutnya dan bagaimana mencari solusinya.

 

Pusat Ke-Pustakaan

Perintah pertama Tuhan kepada Nabi terakhir adalah "Membaca",  dan sudah sepatutnya kaum muslim gemar membaca dalam pengertian konseptual maupun kontekstual. Masa ini sedikit sekali bahkan jarang dijumpai dari kalangan yang dikategorisasikan sebagai golongan menengah pada tataran inteklektualnya (siswa, mahasiswa bahkan dosen dan ustadz) mempunyai hobbi membaca, apalagi yang merasa dirinya bukan bagian daripadanya. Pantas saja bila perkembangan peradaban keagamaan Islam semakin jauh tertinggal (khususnya di Indonesia).

Mungkinkah jika saja kondisi gemar membaca diciptakan oleh masjid agar menjadi rangsangan  bagi masyarakat untuk memulainya. Maka dengan sendirinya hampir menjadi kemutlakkan bila masjid memiliki perpustakaan sendiri.

 

Penutup

Yang terbayang pertama setelah membaca banyaknya program dari pengembangan potensi yang seharusnya dilakukan masjid pada paparan singkat di atas adalah "Dananya darimana?"  Pertanyaan klise ini dapat dijawab dengan penerapan strategi awal bagi pemenuhan kebutuhan dasarnya, misalnya bisa saja pengaturan amal, zakat, infaq dan sodaqoh yang selama ini dibagi rata langsung habis dapat dikelola secara professional dan tidak dibagi langsung habis. Atau seperti yang sudah dilakukan beberapa masjid dengan menggunakan sistem membership  dimana jamaah yang menjadi anggota dikenakan iuran sebesar sekian ribu rupiah tiap bulannya. Adanya pencarian donasi dan bila terkumpul menggunakan metode dana abadi, dan masih banyak cara lain bila kita ingin mewujudkannya.

Akhirnya, banyak pekerjaan yang harus dilakukan secara lebih detil lagi bila kita hendak menenun peradaban bagi sejarah pembangunan umat Islam di Indonesia, bahkan bila perlu diatur juga jarak untuk membangun antara masjid yang satu dengan yang lainnya, karena banyaknya masjid sedikit jamaahnya (ditiap-tiap masjid).

      

Suryo A.B.

Peneliti Center for Studies of  Islam and Democracy  (CSID) Paramadina

 

 

Liputan


Masjid sebagai Pusat Peradaban

Masjid Sunda Kelapa, begitu ia dinamai. Tidak asing lagi nama tersebut di telinga warga Jakarta. Masjid yang terletak di kawasan Menteng ini memang sudah sangat terkenal, selain karena kemegahannya, juga oleh kegiatan-kegiatan yang dilakukannya.

Masjid Sunda Kelapa resmi berdiri pada tanggal 29 Maret 1971. Sebetulnya sudah sejak tahun 50-an pendirian masjid ini direncanakan. Namun, karena terhambat oleh masalah birokrasi maka baru pada tahun itulah masjid ini bisa didirikan dengan dukungan gubernur Jakarta saat itu, Ali Sadikin.

Masjid ini hampir tidak pernah sepi dari kegiatan. Setiap hari Majlis Taklim Ibu-ibu mengadakan pengajian. Seringkali mereka juga mengadakan acara bakti sosial dengan memberikan bantuan berupa pakaian dan obat-obatan pada masyarakat sekitar yang tidak mampu. Bantuan yang mereka berikan didapat dari kerjasama dengan sponsor.

Remaja Islam Sunda Kelapa (RISKA) sebagai remaja masjid, selain mengadakan pengajian mingguan, juga mengadakan kegiatan-kegiatan yang sangat unik. RISKA tercatat pernah mengadakan Da’wah on the Mall bekerja sama dengan berbagai macam sponsor. Selain itu mereka pun terlibat dalam acara-acara dakwah di radio-radio remaja seperti MTV on Sky dan Music City FM.

Setiap minggu, selain salat Jumat, di masjid ini ada pula yang disebut dengan Dhuha berjamaah setiap hari Ahad. Jamaah pengikut Dhuuha berjamaah ini tak kalah banyak dengan salat Jumat. Dari dua kegiatan itu masjid bisa menampung sedekah dari jamaah sebesar Rp. 3.000.000 ,- sekali pertemuan. Kelengkapan fasilitas dan performance yang bersih dan megah juga menjadi nilai plus tersendiri, menjadi alternatif tempat resepsi walimat al-ursy.

Dana yang didapat, diatur oleh masjid dengan pembagian 50% untuk kas masjid dalam membiayai kegiatan-kegiatan dan menggaji karyawan. Sisanya lagi untuk didistribusikan pada masyarakat yang masih membutuhkan.

Perhatian masjid pada masyarakat dibuktikan dengan adanya kegiatan yang mereka sebut PAD, Pendidikan Anak Dhuafa. Seminggu sekali anak-anak jalanan di sekitar Jalan Surabaya dan Menteng Trenggulun, sebuah kawasan kumuh di Menteng, datang belajar gratis di masjid ini. Ada pula kegiatan yang namanya BKS atau Badan Kerjasama Sosial, di mana Masjid Sunda Kelapa bekerja sama dengan masjid-masjid dan mushola-mushola di sekitar Menteng dan Jakarta Pusat untuk mendistribusikan zakat dan sedekah yang didapatkan oleh Masjid Sunda Kelapa. Untuk meningkatkan syiar Islam, masjid tersebut juga melakukan pembinaan terhadap khatib-khatib dari masjid dan mushola-mushola itu.

Sebagai masjid yang berlokasi di kawasan elit, wajar saja jika masjid ini sangat “makmur”. Tetapi tentu saja keberhasilan kegiatan-kegiatan yang dilakukannya tidak akan ada tanpa kreativitas pengurus dan jamaahnya. Selain melaksanakan kegiatan-kegiatan rutin biasa, Masjid Sunda Kelapa juga melaksanakan kegiatan-kegiatan yang “tidak lumrah” dilakukan masjid lain, tetapi sangat kreatif. Kemegahan memang tidak bisa dimiliki setiap masjid, tetapi kreativitas bisa dimiliki oleh siapapun. Kreativitas positif yang produktif itu pula yang membuat masyarakat sekitar terpicu untuk bersedekah dan mempercayakankan sebagian hartanya untuk kesejahteraan umat lewat masjid.[]

irvan alif, LS-ADI

tentang LS-ADI  I  redaksi  I  dialog  I  jaringan  I  depan  I  


copyright@LS-ADIOnline 2002
Jl. Semanggi II No. 44 Gang Kubur Cempaka Putih Ciputat 15412
Telp/ Faks. 021-9227463
untuk informasi lebih lanjut hubungi
ls-adi@plasa.com