Lingkar Studi-Aksi untuk Demokrasi Indonesia 

Edisi 1

Edisi 2

Edisi 3

Edisi 4

Edisi 5

Edisi 6

Edisi 7

Edisi 8

Edisi 9

Edisi 10

Edisi 11

Edisi 12

Edisi 13

Edisi 14

Edisi 15

Edisi 16

Edisi 17

Edisi 18

Edisi 19

Edisi 20

  Editorial

Pemerintahan yang Bersih

Berbicara tentang pemerintahan di negeri kita bagaikan menyiram luka dengan air raksa. Sudah luka diperparah dengan luka baru yang mengancam kematian. Lima kali kita telah mengalami pergantian pemimpin pemerintahan, selama itu pula kita belum pernah menikmati perubahan di negeri ini. Korupsi semakin membudaya, kemiskinan, kebodohan adalah pil pahit yang setiap hari kita telan. Yang seharusnya kita belajar dari kesalahan, justru yang terjadi sebaliknya, belajar memperparah kesalahan yang pernah dilakukan.

Siapa yang patut disalahkan akan kondisi ini, apakah  pemimpin atau sistem pemerintahannya. Beberapa prinsip dalam pemerintahan yang paling mendasar; bersih dari korupsi, keberpihakan pada rakyat, transparansi, memberi hak kebebasan dan tanggung jawab tidak pernah dijalankan. Maka seolah-olah kita dituntut untuk selalu bertanya,  apakah kita masih membutuhkan  mereka jika hanya melahirkan kedlaliman dan kesewenang-wenangan semata ?. Jika kita menjawab tidak maka lebih karena harapan kepada pemerintahan untuk mendapatkan kehidupan lebih baik di negeri ini telah habis. Harapan yang tersisa hanya pada diri dan masyarakat kita yang harus terus membangun kemandirian, berusaha mengatasi persoalan sekecil dan sesederhana apapun.

Lisa N. Humaidah

 

Kajian


Islam dan Pemerintahan yang Baik (Good Governance)

Dalam Islam, keharusan adanya sebuah pemerintahan merupakan hal yang tak dapat dibantah. Bahkan pada tingkat tertentu, dalam sebuah masyarakat atau sebuah komunitas dan kelompok, sudah seharusnya pemerintahan itu ada. Pemerintahan di sini diartikan sebagai perangkat kepemimpinan yang mengelola bagi tercipta dan teraturnya setiap individu dalam suatu kelompok kecil tertentu dalam kehidupan manusia.

Keharusan adanya pemerintahan dalam Islam selalu merujuk kepada upaya manusia untuk  menciptakan kemaslahatan  (mashlalat) dan kesejahteraan  bagi umat manusia itu sendiri. Dengan pemerintahan dan kepemimpinan diharapkan manusia mampu mengatur dirinya secara bersama dalam kesadaran bersama untuk mewujudkan kebaikan dan kesejahteraan.  Dan dalam Islam, kemaslahatan itu terwujud dalam kebahagian dunia-akhirat (sa’adat ad-darain) melalui tugas amar ma’ruf nahy munkar yang diberikan pada pemerintahan tersebut.

Lalu pemerintahan apa yang sesuai dengan prespektif Islam? Apakah dalam Islam memiliki tradisi yang mendukung ke arah terciptanya pemerintahan yang baik (good governance)? Memang sulit untuk menjawab pertanyaan itu. Sebab, harus diakui bahwa para pemikir dan ulama berbeda pendapat mengenai bentuk pemerintahan yang ideal dan baik menurut Islam. Di satu sisi, sebagian kalangan sering mengatakan bahwa dalam Islam selalu tersedia penjelasan dan argumen mengenai pemerintahan ideal. Mereka selalu merujuk pada al-Quran dan Sunnah Rasul yang mengajarkan secara normatif tentang pemerintah yang baik itu. Tetapi, disisi lain, dalam tradisi Islam, atau katakanlah pada tatanan praktek sejarahnya, sulit untuk menemukan tradisi  yang betul-betul menunjukan pemerintahan yang baik, kecuali pada beberapa episode sejarah awal umat Islam, yakni khalafaur-Rasyidin. Apalagi, jika ukuran yang digunakan untuk mengukur sebuah pemerintahan yang baik itu dilihat dari prespektif modern dengan konsep-konsep yang merujuk pada tradisi barat yang lahir pada zaman sekarang ini, misalnya konsep demokrasi, kebebasan, dll. Maka akan sulit untuk mengatakan bahwa konsep Islam dengan Good Governance berjalan beriringan.

Namun demikian, harus diakui bahwa secara normatif Islam memiliki nilai-nilai yang menuju ke arah terciptanya pemerintahan yang baik. Secara konseptual pemerintahan yang baik (good governance) diartikan sebagai cara dimana kekuasaan dikelola dan dijalankan dilandasi oleh semangat efektif, kejujuran, keadilan, trasparan dan bertanggung jawab dimana kedaulatan berada di tangan rakyat. Konsep ini tak dapat dipisahkan dari demokrasi. Sebab dalam demokrasi, kekuasaan politik mengharuskan adanya prinsip ini.

Dan dalam perspektif Islam elemen-elemen pemerintahan yang baik secara normatif haruslah berangkat dari landasan moral-etis, sbb;

Pertama, Syura merupakan suatu prinsip yang menjadi wahana dimana pengambilan keputusan dilakukan melalui partisapasi terbuka. Secara eksplisit ditegaskan dalam al-Qur’an. Misalnya saja disebut dalam QS. As-Syura:38 dan Ali Imran:159. Jelas bahwa musyawarah sangat diperlukan sebagai bahan pertimbangan dan tanggung jawab bersama di dalam setiap mengeluarkan sebuah keputusan melalui mekanisme yang bisa dilakukan dengan melibatkan banyak pihak. Dengan begitu, maka setiap keputusan yang dikeluarkan oleh pemerintah akan menjadi tanggung jawab bersama. Sikap musyawarah juga merupakan bentuk dari pemberian penghargaan terhadap orang lain karena pendapat-pendapat yang disampaikan menjadi pertimbangan bersama.

Kedua, al-‘adalah atau keadilan. Prinsip ini merupakan prinsip utama dalam pemerintahan yang baik. Baik itu dalam konteks hukum atau dalam kerangka membangun pemerataan sumber-sumber ekonomi-politik. Prinsip moral ini bersikap tegas pada anti kolusi dan nepotis. Arti pentingnya penegakan keadilan dalam sebuah pemerintahan ini ditegaskan oleh Allah SWT dalam beberapa ayat-Nya, antara lain dalam surat an-Nahl:90;  QS. as-Syura:15; al-Maidah:8; An-Nisa’:58 dst. Betapa prinsip keadilan dalam sebuah negara sangat diperlukan, sehingga ada ungkapan yang “ekstrim” berbunyi: “Negara yang berkeadilan akan lestari kendati ia negara kafir, sebaliknya negara yang zalim akan hancur meski ia negara (yang mengatasnamakan) Islam”. 

Ketiga, al-Musawah atau egaliterianisme (persamaan) yakni semua elemen dalam masyarakat sama haknya sebagai warga negara dan diperlakukan yang sama pula dalam hak-haknya untuk hidup. Tidak ada pihak yang merasa lebih tinggi dari yang lain sehingga dapat memaksakan kehendaknya. Penguasa tidak bisa memaksakan kehendaknya terhadap rakyat, berlaku otoriter dan eksploitatif.

Keempat, al-Masuliyyah atau tanggung jawab. Sebagaimana kita ketahui bahwa, kekuasaan dan jabatan itu adalah amanah yang harus diwaspadai, bukan nikmat yang harus disyukuri. Dan kekuasaan sebagai amanah ini mememiliki dua pengertian, yaitu amanah yang harus dipertanggungjawabkan di depan rakyat dan juga amanah yang harus dipertenggungjawabkan di depan Tuhan. Dalam hal ini pemimpin/penguasa tidak ditempatkan pada posisi sebagai sayyid al-ummah (penguasa umat), melainkan sebagai khadim al-ummah (pelayan umat).

Kelima, al-Hurriyyah adalah kebebasan, artinya bahwa setiap orang, setiap warga masyarakat diberi hak dan kebebasan untuk mengeksperesikan pendapatnya. Sepanjang hal itu dilakukan dengan cara yang bijak dan memperhatikan al-akhlaq al-karimah dan dalam rangka amr ma’ruf nahy munkar, maka tidak ada alasan bagi penguasa untuk mencegahnya. Bahkan yang harus diwaspadai adalah kemungkinan tidak adanya lagi pihak yang berani melakukan kritik dan kontrol sosial bagi tegaknya keadilan. Jika sudah tidak ada lagi kontrol  dalam suatu masyarakat, maka kezaliman akan semakin merajalela.

Dari paparan di atas, sesungguhnya ajaran Islam sangat menekankan sekali prinsip-prinsip good governance. Lalu kenapa hal ini hanya sebatas tataran normatif? Saya kira, jika kita konsisten dengan penegakan prinsip-prinsip atau elemen-elemen pemerintahan di atas, maka pemerintahan akan mendapat legitimasi dari rakyat. Apakah pemerintahan di Indonesia telah menerapkan prinsip itu? Jawabannya terserah anda. Wallahu ‘alam Bishawab []

Tb. Ace Hasan Syadzily. Direktur Eksekutif Indonesian Institute for Civil Society (INCIS) Jakarta, Mahasiswa Program Pascasarjana Antropologi Universitas Indoensia (UI) dan salah satu pengelola Pesantren An-nizhomiyyah Pandeglang, Banten

 

kHAZANAH


Nyantri di Dunia Maya

Bingung nyekolahin anak? Bingung milih pesantren? Mampir saja ke warnet. Dalam  beberapa menit Anda akan menemukan profil-profil pesantren beserta program-programnya, lengkap dengan nama-nama pengasuhnya. Atau justru pengen belajar agama tapi sudah terlanjur tua? Pesantren virtual jawabannya.

Kemajuan teknologi kadang memang membuat kita serba kikuk menyikapinya. Kadang, ia datang bersama pergeseran budaya yang cenderung negatif. Tapi seringkali ia mengajari kita bahwa masih banyak misteri alam yang diciptakan Tuhan ini, yang belum mampu diungkap oleh akal manusia. Teknologi internet salah satunya. Ia lahir dengan logika seperti itu; mempunyai potensi merusak, sekaligus membangun.

Pesantren virtual, atau bisa pesantren dunia maya, adalah salah satu contoh di mana teknologi menjadi sarana yang sangat bermanfaat bagi masyarakat muslim. Pesantren ini menerapkan program sebagai pendidikan Islam jarak jauh.

Pada pesantren virtual ini santri tidak perlu datang ke suatu tempat untuk mengikuti pengajian/pengkajian wawasan keislaman secara langsung, tetapi dapat belajar dan mengakses pokok bahasan dan materinya dari berbagai tempat dan waktu.

Saat ini banyak sekali website atau portal yang menyediakan layanan informasi gratis, mulai dari penyediaan artikel atau tulisan-tulisan keislaman, tanya jawab dengan pakar Islam, daftar masjid dan pesantren di berbagai tempat, penerjemahan Alquran dalam berbagai bahasa, sampai pada layanan audio pembacaan ayat suci Alquran yang bisa diakses di manapun dan kapanpun. Berikut ini tiga contoh website atau situs yang menamakan dirinya sebagai pesantren, meskipun tidak memiliki bangunan dan lokasi khusus.

 

www.pesantrenonline.com

Program yang diperkenalkan dalam situs ini adalah Program nyantri jarak jauh, atau yang disebut Nyantri Online. Menurut pengelolanya, program Nyantri Online ini adalah suatu usaha untuk memudahkan santrinya dalam usaha mempelajari wawasan ke-Islam-an, di tengah tuntutan untuk bekerja dan berkarya berpacu dengan waktu dan tumbuhnya semangat idealisme dan ghiroh untuk mempelajari dan mendalami wawasan ke-Islam-an. Dengan waktu yang terbatas seperti itu, program ini bisa menjadi solusi alternatif.

 

www.pesantren.net

Situs ini dikembangkan oleh Yayasan Pengembangan Pesantren Indonesia. Di dalamnya terdapat rubrik-rubrik: Kisah Rasul, Info halal, Sejarah Islam, Sirah Muhammad, Masjid Bersejarah, Tasawuf, Konsultasi Zakat, Ekonomi Islam.

Situs ini hadir antara lain untuk membangun wahana komunikasi antar kalangan pondok pesantren di Indonesia, membangun saluran informasi khasanah keislaman berbasis Teknologi Informasi, serta memberdayakan institusi pesantren.

 

www.pesantrenvirtual.com

Situs yang mencanangkan motto: “Belajar Islam Bersama-sama” ini memiliki santri sebanyak 3360 orang. Di dalamnya memuat rubrik-rubrik: Buletin Jumat, Perspektif Jender, Zakat, Mozaik Fikih, Fikih Keseharian, Futuuhul Ghaib, Tanya Jawab, Buah Perjalanan, serta Direktori Pesantren.[]

Anick H. Tohari

tentang LS-ADI  I  redaksi  I  dialog  I  jaringan  I  depan  I  


copyright@LS-ADIOnline 2002
Jl. Semanggi II No. 44 Gang Kubur Cempaka Putih Ciputat 15412
Telp/ Faks. 021-9227463
untuk informasi lebih lanjut hubungi
ls-adi@plasa.com